Candi Ijo terletak di Dukuh Nglengkong, Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Meski tak sebesar Prambanan, candi yang terletak tak jauh dari Bandara Adisutjipto ini tampak megah.
Jalan menuju Candi Ijo kecil dan menanjak jadi harus berhati-hati. Sekitar dua kilometer menuju kompleks Candi Ijo. Sepanjang perjalanan akan disuguhi pemandangan alam yang menyegarkan mata, dapat melihat daerah yang tempatnya lebih rendah.
Jalan tidak terlalu sepi karena ada rumah-rumah penduduk dan juga ada aktivitas penambangan batu kapur. Tidak sulit menemukan Candi Ijo, candi kelihatan dari jalan. Candi Ijo buka setiap hari pukul 07.30-15.00 WIB.
Candi Ijo tak tenar. Tak banyak Situs candi Hindu ini tampak seperti sendiri di atas bukit. Jalan menuju candi juga tak terlalu mulus. Kurang promosi, candi ini tak banya peminat.
Candi Ijo merupakan kompleks percandian yang terdiri atas beberapa bangunan dengan halaman berupa teras-teras berundak. Halaman yang paling suci berada si bagian belakang dan paling atas. Hal tersebut mengingatkan pada salah satu hasil kebudayaan megalitik yang berupa bangunan punden berundak. Periode pendirian kompleks bangunan ini belum dapat diketahui dengan pasti. Akan tetapi, profil candi, motif hiasan kala-makara, langgam arca dan relief candi yang digambarkan secara naturalistis, mempunyai kemiripan dengan candi-candi di sekitarnya yang dibangun pada abad VIII—X Masehi, sehingga candi ini diperkirakan didirikan pada periode yang sama.
Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.
Candi Ijo merupakan kompleks percandian yang terdiri atas beberapa bangunan dengan halaman berupa teras-teras berundak. Halaman yang paling suci berada si bagian belakang dan paling atas. Hal tersebut mengingatkan pada salah satu hasil kebudayaan megalitik yang berupa bangunan punden berundak. Periode pendirian kompleks bangunan ini belum dapat diketahui dengan pasti. Akan tetapi, profil candi, motif hiasan kala-makara, langgam arca dan relief candi yang digambarkan secara naturalistis, mempunyai kemiripan dengan candi-candi di sekitarnya yang dibangun pada abad VIII—X Masehi, sehingga candi ini diperkirakan didirikan pada periode yang sama.
Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.
Ada pula arca yang menggambarkan sosok perempuan dan laki-laki yang melayang dan mengarah pada sisi tertentu. Sosok tersebut dapat mempunyai beberapa makna. Pertama, sebagai suwuk untuk mngusir roh jahat dan kedua sebagai lambang persatuan Dewa Siwa dan Dewi Uma. Persatuan tersebut dimaknai sebagai awal terciptanya alam semesta. Berbeda dengan arca di Candi Prambanan, corak naturalis pada arca di Candi Ijo tidak mengarah pada erotisme.
Bangunan Candi Ijo terbagi menjadi 11 teras. Pada teras ke-9, wisatawan akan bertemu dua prasasti. Satu diberi kode ‘F’ dan bertuliskan guywan atau berarti pertapaan sedangkan prasasti lainnya memuat mantra-mantra yang diperkirakan berisi kutukan. Mantra tertulis hingga 16 kali, berbunyi Om Sarwwawinasa, sarwwawinasa. Diduga prasasti-prasasti ini berkaitan dengan peristiwa tertentu yang terjadi di Jawa pada saat itu. Tetapi sampai sekarang misterinya belum terkuak.
Menuju bangunan candi perwara di teras ke-11, terdapat sebuah tempat seperti bak tempat api pengorbanan (homa). Tepat di bagian atas tembok belakang bak tersebut terdapat lubang-lubang udara atau ventilasi berbentuk jajaran genjang dan segitiga. Adanya tempat api pengorbanan merupakan cermin masyarakat Hindu yang memuja Brahma. Tiga candi perwara menunjukkan penghormatan masyarakat pada Hindu Trimurti, yaitu Brahma, Siwa, dan Whisnu.
Bangunan Candi Ijo terbagi menjadi 11 teras. Pada teras ke-9, wisatawan akan bertemu dua prasasti. Satu diberi kode ‘F’ dan bertuliskan guywan atau berarti pertapaan sedangkan prasasti lainnya memuat mantra-mantra yang diperkirakan berisi kutukan. Mantra tertulis hingga 16 kali, berbunyi Om Sarwwawinasa, sarwwawinasa. Diduga prasasti-prasasti ini berkaitan dengan peristiwa tertentu yang terjadi di Jawa pada saat itu. Tetapi sampai sekarang misterinya belum terkuak.
Menuju bangunan candi perwara di teras ke-11, terdapat sebuah tempat seperti bak tempat api pengorbanan (homa). Tepat di bagian atas tembok belakang bak tersebut terdapat lubang-lubang udara atau ventilasi berbentuk jajaran genjang dan segitiga. Adanya tempat api pengorbanan merupakan cermin masyarakat Hindu yang memuja Brahma. Tiga candi perwara menunjukkan penghormatan masyarakat pada Hindu Trimurti, yaitu Brahma, Siwa, dan Whisnu.
Foto Galeri
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment