TEMPO.CO, Padang--Menyambut 10 Muharam, Pesta Tabuik kembali akan digelar di Pariaman, Sumatera Barat. Ini merupakan acara budaya tahunan yang kini menjadi agenda wisata utama di Pariaman. Tabuik sendiri awalnya adalah perayaan Asyura, 10 Muharam, yang diperingati kaum Syiah setiap tahun sejak 1831.
"Acara tabuik di Parimanan ini adalah budaya, dan kini dijadikan wisata, tetapi tidak ada hubungan lagi dengan Syiah, karena tidak ada Syiah di Pariaman," kata Kepala Dinas Pariwisata Pariaman Tundra Laksamana, Kamis 8 November 2012.
Ia mengatakan, Pesta Tabuik akan berlangsung mulai 15 November hingga 25 November. Pembukaan pesta Tabuik akan dimulai dengan pawai satu Muharam yang akan dilakukan ratusan warga kota di pagi hari dan dilanjutkan dengan zikir bersama di Pantai Gandoriah, Pariaman.
"Selama 10 hari itu dilakukan prosesi pembuatan tabuik hingga acara puncaknya pada 25 November mendatang, yaitu acara pembuangan dua tabuik ke laut," kata Tundra Laksamana.
Pada acara puncak akan diisi dengan berbagai acara kesenian seperti tarian kolosal dari mahasiswa ISI Padangpanjang dan penampilan tim kesenian dari Malaysia. Pembuatan Tabuik akan dilakukan di dua rumah pewaris Tabuik yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. "Pemerintah Kota Pariaman mendanai acara ini sebesar Rp200 juta," kata Tundra Laksamana.
Setiap tahun, pesta Tabuik selalu berlangsung meriah dan puluhan ribuan orang akan datang ke Pariaman untuk menyaksikan prosesi pembuangan Tabuik ke laut.
Pesta Tabuik selalu menjadi acara paling ramai di Sumatera Barat . Acara yang sudah berlangsung sejak 1831 di Pariman ini merupakan peringatan Asyura atau hari kematian Imam Hosein, cucu Nabi Muhammad SAW yang merupakan pemimpin kaum Syiah di Padang Karbala.
Tidak ada catatan sejarah menyebutkan bagaimana proses awal terjadinya acara Tabuik di Pariaman. Apakah setelah para tentara Sepoy yang penganut Syiah bermukim di Pariaman atau jauh sebelumnya, ketika Inggris Raya menguasai pantai barat Sumatera dengan markas di Bengkulu dan tentara Sepoy adalah tulang punggungnya.
Penduduk Pariaman sendiri bukan Syiah, tetapi penganut Mazhab Syafii yang dibawa Syekh Burhanuddin, seorang ulama penyebar Islam pertama di Sumatera Barat. Cara mengajarkan agama yang sangat persuasif, toleran terhadap adat, dan melalui pendekatan kultural yang dilakukan ulama ini mempunyai andil diterimanya perayaan Tabuik di Pariaman.
FEBRIANTI
"Acara tabuik di Parimanan ini adalah budaya, dan kini dijadikan wisata, tetapi tidak ada hubungan lagi dengan Syiah, karena tidak ada Syiah di Pariaman," kata Kepala Dinas Pariwisata Pariaman Tundra Laksamana, Kamis 8 November 2012.
Ia mengatakan, Pesta Tabuik akan berlangsung mulai 15 November hingga 25 November. Pembukaan pesta Tabuik akan dimulai dengan pawai satu Muharam yang akan dilakukan ratusan warga kota di pagi hari dan dilanjutkan dengan zikir bersama di Pantai Gandoriah, Pariaman.
"Selama 10 hari itu dilakukan prosesi pembuatan tabuik hingga acara puncaknya pada 25 November mendatang, yaitu acara pembuangan dua tabuik ke laut," kata Tundra Laksamana.
Pada acara puncak akan diisi dengan berbagai acara kesenian seperti tarian kolosal dari mahasiswa ISI Padangpanjang dan penampilan tim kesenian dari Malaysia. Pembuatan Tabuik akan dilakukan di dua rumah pewaris Tabuik yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. "Pemerintah Kota Pariaman mendanai acara ini sebesar Rp200 juta," kata Tundra Laksamana.
Setiap tahun, pesta Tabuik selalu berlangsung meriah dan puluhan ribuan orang akan datang ke Pariaman untuk menyaksikan prosesi pembuangan Tabuik ke laut.
Pesta Tabuik selalu menjadi acara paling ramai di Sumatera Barat . Acara yang sudah berlangsung sejak 1831 di Pariman ini merupakan peringatan Asyura atau hari kematian Imam Hosein, cucu Nabi Muhammad SAW yang merupakan pemimpin kaum Syiah di Padang Karbala.
Tidak ada catatan sejarah menyebutkan bagaimana proses awal terjadinya acara Tabuik di Pariaman. Apakah setelah para tentara Sepoy yang penganut Syiah bermukim di Pariaman atau jauh sebelumnya, ketika Inggris Raya menguasai pantai barat Sumatera dengan markas di Bengkulu dan tentara Sepoy adalah tulang punggungnya.
Penduduk Pariaman sendiri bukan Syiah, tetapi penganut Mazhab Syafii yang dibawa Syekh Burhanuddin, seorang ulama penyebar Islam pertama di Sumatera Barat. Cara mengajarkan agama yang sangat persuasif, toleran terhadap adat, dan melalui pendekatan kultural yang dilakukan ulama ini mempunyai andil diterimanya perayaan Tabuik di Pariaman.
FEBRIANTI
sumber: http://id.berita.yahoo.com
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment