Masjid Raya Ganting, Padang, terletak sekitar satu kilometer dari Plein van Rome [sekarang lapangan Imam Bonjol] di alun-alun kota. Di ujung selatan alun-alun ini, di tahun 1970-an, didirikan pula sebuah masjid bernama Nurul Imam, di baratnya di sisi pasar yang hiruk pikuk, menjulang puncak Masjid Taqwa Muhammadiyah. Ketiga masjid ini, memegang peranan penting untuk kota itu. Dari ketiga masjid itu, Masjid Raya Ganting, merupakan masjid paling tua, dua lainnya adalah masjid modern. Padang, menurut seorang sarjana Jerman, Hans Dieter Evers, adalah kota yang mencengangkan.Lihat juga "Museum Adityawarman Padang"
Cikal bakal masjid ini adalah sebuah surau dari kayu yang terletak tidak di lokasi itu pada 1700-an. Surau ini dibongkar karena terkena proyek jalan ke Emmahaven (Pelabuhan Teluk Bayur) yang dibuat Kolonial Belanda. Pada 1805 tiga pimpinan setempat, masing-masing seorang ulama, saudagar, dan pimpinan kampung di Ganting memusyawarahkan pendirian masjid. Mereka meminta bantuan saudagar-saudagar di Pasar Gadang (Padang Kota Lama) dan ulama tak hanya di Sumatra Barat, tapi hingga ke Sumatera Barat dan Aceh. Bantuan datang tak hanya dalam bentuk uang, tapi juga tenaga tukang ahli dari pedalaman Sumatra Barat (Minangkabau). Selama lima tahun, masjid ini siap pada 1810 dengan bahan kayu, batu kali, bata, dengan pengikat kapur dicampur putih telur. Bangunan yang dibangun bangunan utama sekarang ini.
Cikal bakal masjid ini adalah sebuah surau dari kayu yang terletak tidak di lokasi itu pada 1700-an. Surau ini dibongkar karena terkena proyek jalan ke Emmahaven (Pelabuhan Teluk Bayur) yang dibuat Kolonial Belanda. Pada 1805 tiga pimpinan setempat, masing-masing seorang ulama, saudagar, dan pimpinan kampung di Ganting memusyawarahkan pendirian masjid. Mereka meminta bantuan saudagar-saudagar di Pasar Gadang (Padang Kota Lama) dan ulama tak hanya di Sumatra Barat, tapi hingga ke Sumatera Barat dan Aceh. Bantuan datang tak hanya dalam bentuk uang, tapi juga tenaga tukang ahli dari pedalaman Sumatra Barat (Minangkabau). Selama lima tahun, masjid ini siap pada 1810 dengan bahan kayu, batu kali, bata, dengan pengikat kapur dicampur putih telur. Bangunan yang dibangun bangunan utama sekarang ini.
Periode kedua pada 1900 hingga 1910 adalah periode pemasangan tegel yang didatangkan dari Belanda dengan semen, serta pembuatan bagian depan masjid yang mirip dengan benteng spanyol. Dalam pembangunan ini bantuan tenaga juga datang dari Komandan Zeni (Militer Belanda). Periode ketiga pembuatan menara kiri-kanan masjid hingga siap pada 1967. Sementara itu, etnis Cina di bawah komando Kapten Lou Chian Ko (Kapten 10) ikut mengerahkantukang-tukang Cina untuk mengerjakan atap kubah yang dibuat bersegi delapan mirip bangunan atap Vihara Cina. Begitu juga Mihrab tempat dimana Imam memimpin shalat dan menyampaikan khutbahnya juga dibuat ukuran kayu mirip ukiran Cina. Di bagian tengah masjid juga dibangun sebuah panggung segi empat dan kayu ukuran 4 yarm dan diberi ukiran Cina, tempat ini digunakan oleh bilal untuk mengulang aba-aba Imam sewaktu shalat berlangsung. Waktu itu, pengeras suara dan listrik belum dikenal. Hanya sayang kedua bangunan itu tahun 1974 dibongkar oleh pengurus masjid yang bertugas pada saat itu. Pada tahun 1803- 1819, ketika gerakan Ulama Padri mulai bangkit di Minangkabau, maka para ulama Padri juga mengambil peranan dalam pembangunan Masjid Raya Ganting kala itu. Peranan itu diberikan dalam bentuk pengiriman beberapa tukang ahli ukiran Minangkabau yang akan dibuatkan pada papan les plang atap masjid tersebut.
Sejarah
Bangunan Masjid Raya Ganting memiliki gaya arsitektur Timur Tengah dan Eropa ini pada awalnya dibangun sangat sederhana pada tahun 1790. Bangunan dibuat dari bahan kayu dan atap dari rumbia. Atas prakarsa dari tokoh masyarakat setempat yaitu Angku Gapuak (saudagar), Angku Syekh Haji Uma (tokoh masyarakat), dan Angku Syekh Kepala Koto (ulama) bersepakat untuk mendirikan masjid yang lebih baik lagi pada tahun 1805. Masjid didirikan di atas tanah wakaf dari masyarakat Suku Chaniago dan biayanya diperoleh dari para suadagar yang berasal dari Padang, Sibol-ga, Medan, Aceh,dan ulama Minangkabau. Masjid yang didirikan berukuran 30 × 30 m berikut beranda 4 m disekeliling masjid. Pembangunan masjid mendapat simpati dari seorang anggota Corps Genie Belanda berpangkat kapten yang menjabat sebagai Komandan Genie Sumatera Barat dan Tapanuli yang berkantor di daerah Kantin (sekarang jalan Sisingamangaraja, Padang). Pada tahun 1810 masjid dapat diselesaikan pembangunannya.
Lantai terbuat dari batu kali bersusun diplester tanah liat. Lantai diganti dengan semen setelah didapatkan semen yang diperoleh dari luar negeri (Jerman). Pada tahun 1900 dilaksanakan pengantian lantai dengan ubin segi enam berwarna putih es berasal dari Belanda yang dipesan melalui jasa NV. Jacobson van de Berg. Pemasangan ubin ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pab-rik dan selesai pada tahun 1910. Pada tahun 1960 dilakukan pemasangan keramik pada tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari bata, sedangkan tahun 1995 dilakukan pemasangan keramik pada dinding ruang utama.
Serambi Muka
Serambi muka berbentuk persegi panjang memiliki enam buah pintu dan arah timur dan dua buah pinto masuk dari arah utara dan selatan, masing-masing berdaun pintu dari jeruji besi. Di antara pintu masuk dari timur terdapat hiasan tiang ganda semu, kecuali pada bagian tengah terdapat bangunan mimbar yang menonjol ke depan memiliki daun pintu dari jeruji pula. Mimbar berukuran 2,2×1,2×2,75 m digunakan pada pelaksanaan shalat Id. Selain pintu juga terdapat jendela berteralis besi terdapat di sisi utara dan selatan masing-masing satu buah. Dinding timur berhiaskan geometris berupa panilpanil kosong berbentuk persegi panjang, bujur sangkar, dan hiasan lengkung yang ditutup tembok, dan bermotif cincin dan mata kampak. Tebal dinding 34 cm dan tinggi 3,2 m, berwarna putih, abu-abu pada hiasan, dan warna hijau pada bagian dasar. Pada sisi utara dan selatan bagian depan terdapat ruangan berbentuk segi delapan dengan sebuah pintu dari arah timur dan sebuah jendela. Ruang serambi muka berlantai tegel berukuran 20×20 cm berwama kuning buah bermotif polos. Dalam ruangan terdapat tujuh buah tiang ganda berbentuk silinder dari baton bergaris tengah 45 cm. Tiang berdiri di atas umpak baton berukuran lebar 113 cm, tinggi 70 cm, dan tebal 67 cm. Selain itu, terdapat pula dua buah tiang berbentuk segi empat terletak di sisi utara dan selatan dekat dengan ruangan berbentuk segi delapan.
Serambi samping
Serambi samping kiri dan kanan berlantai tegel berukuran 20×20 cm berwarna hijau muda dengan motif segi enam. Masing-masing serambi memi-liki dua buah pintu masuk,salah satu pintunya menuju ke tempat wudhu yang terdapat di sisi utara dan selatan masjid. Pada bagian barat disekat membentuk kamar (ribath) berukuran 4,5×3 m. Ribath (tempat tinggal pengurus masjid) memiliki pintu dari arah timur berukuran 2,25× 0,90 m, serta sebuah jendela berukuran 0,90×0,90 m.
Ruang Utama
Pintu masuk ruang utama berjumlah emat buah di sisi timur (dan serambi muka) dan Masing-masing dua buah di sisi utara dan selatan (dan serambi samping). Pintu masuk memiliki dua daun pintu dari kayu dan pada ambang atas berhiaskan lengkung kipas. Pintu berukuran lebar 1,6 m dan tinggi 2,64 m. Jendela ruang utama terbuat dari kayu berjumlah dua buah di sisi timur mengapit kearah pintu masuk, dan masing-masing tiga buah di sisi utara dan selatan, serta enam buah di sisi barat. Jendela berukuran lebar 1,6 m dan tinggi 2 m. Seperti pada pintu, bagian ambang atas jendela juga berbentuk lengkung kipas. Lantai ruang utama dari ubin berukuan 30 × 30 cm berwarna kuning. Dinding ruang utama masjid terbuat dari beton dilapisi keramik dan lantainya dari tegel putih berhiaskan bunga.
Dalam ruang utama terdapat 25 buah tiang yang melambangkan 25 nabi, berjajar lima buah yang masing-masing dilapisi marmer putih. Pada setiap tiang diberi tulisan nama-nama nabi. Ke-25 tiang tersebut berfungsi pula sebagai penopang utama konstruksi atap masjid yang berbentuk segi delapan. Atap masjid tumpang lima dan seng wama merah dan masih asli, belum pernah diganti. Pada sisi barat ruang utama terdapat mihrab yang diapit oleh dua buah kamar di sisi utara dan selatan. Mihrab berukuran 2 × 1,5 m, tinggi pada sisi timur 3,2 m dan sisi barat 2,1 m. Dalam ruang utama pernah dibuat bangunan muzawir (penyambung imam) yang juga menjadi ciri khas Masjid Raya Gaming. Muzawir berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyambung suara imam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam. Muzawir berukuran 4 × 4 m berbentuk panggung, sarat dengan ornamen gaya Cina, dibangun atas sumbangan seorang Cina di Padang dan pembuatannya dikerjakan langsung oleh ahli ukir Cina yang ada di Padang. Setelah ada pengeras suara, bangunan muzawir tidak digunakan lagi, sehingga pada tahun 1978 bangunannya dibongkar.
Bangunan lain
Bangunan lain yang terdapat dalam kompleks Masjid Raya Ganting antara lain tempat wudhu berukuran 10×3 m terletak di samping utara dan selatan serambi samping dibuat tahun 1967. Tempat wudhu dibuat permanen dan tertutup. Perpustakaan masjid menempati sebuah ruangan sederhana di sisi utara masjid dan masih menyatu dengan bangunan masjid. Di sebelah selatan dan belakang Masjid Raya Ganting terdapat beberapa makam yang dibuat sederhana dibatasi dengan tembok berbentuk segi panjang. Salah satu makam yang ada di selatan masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, pemrakasa pembuatan Masjid Raya Ganting. Sedangkan di dalam makam yang terletak di sisi barat masjid terdapat prasasti yang berbunyi: “Disini disemayamkan: Yml. Radja Bidoe Glr. Marahindra Toeangkoe Panglima Radja di Padang, vide Besluit Gouverneur Generaal Gegeven to Boitenzorg, 9 Oktober 1830, wafat 1833; Yml Marah Soe’ih Glr. Marahindra Toetngkoe Panglima Regent di Padang, vide Besluit Governeur General Gegevente Batavia, 16 Augustus 1868, wafat 1875: Beliau keduanya dari Soekoe Tjaniago Soemagek Kampung Alam Lawas Padang.”
Sejarah
Bangunan Masjid Raya Ganting memiliki gaya arsitektur Timur Tengah dan Eropa ini pada awalnya dibangun sangat sederhana pada tahun 1790. Bangunan dibuat dari bahan kayu dan atap dari rumbia. Atas prakarsa dari tokoh masyarakat setempat yaitu Angku Gapuak (saudagar), Angku Syekh Haji Uma (tokoh masyarakat), dan Angku Syekh Kepala Koto (ulama) bersepakat untuk mendirikan masjid yang lebih baik lagi pada tahun 1805. Masjid didirikan di atas tanah wakaf dari masyarakat Suku Chaniago dan biayanya diperoleh dari para suadagar yang berasal dari Padang, Sibol-ga, Medan, Aceh,dan ulama Minangkabau. Masjid yang didirikan berukuran 30 × 30 m berikut beranda 4 m disekeliling masjid. Pembangunan masjid mendapat simpati dari seorang anggota Corps Genie Belanda berpangkat kapten yang menjabat sebagai Komandan Genie Sumatera Barat dan Tapanuli yang berkantor di daerah Kantin (sekarang jalan Sisingamangaraja, Padang). Pada tahun 1810 masjid dapat diselesaikan pembangunannya.
Lantai terbuat dari batu kali bersusun diplester tanah liat. Lantai diganti dengan semen setelah didapatkan semen yang diperoleh dari luar negeri (Jerman). Pada tahun 1900 dilaksanakan pengantian lantai dengan ubin segi enam berwarna putih es berasal dari Belanda yang dipesan melalui jasa NV. Jacobson van de Berg. Pemasangan ubin ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pab-rik dan selesai pada tahun 1910. Pada tahun 1960 dilakukan pemasangan keramik pada tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari bata, sedangkan tahun 1995 dilakukan pemasangan keramik pada dinding ruang utama.
Serambi Muka
Serambi muka berbentuk persegi panjang memiliki enam buah pintu dan arah timur dan dua buah pinto masuk dari arah utara dan selatan, masing-masing berdaun pintu dari jeruji besi. Di antara pintu masuk dari timur terdapat hiasan tiang ganda semu, kecuali pada bagian tengah terdapat bangunan mimbar yang menonjol ke depan memiliki daun pintu dari jeruji pula. Mimbar berukuran 2,2×1,2×2,75 m digunakan pada pelaksanaan shalat Id. Selain pintu juga terdapat jendela berteralis besi terdapat di sisi utara dan selatan masing-masing satu buah. Dinding timur berhiaskan geometris berupa panilpanil kosong berbentuk persegi panjang, bujur sangkar, dan hiasan lengkung yang ditutup tembok, dan bermotif cincin dan mata kampak. Tebal dinding 34 cm dan tinggi 3,2 m, berwarna putih, abu-abu pada hiasan, dan warna hijau pada bagian dasar. Pada sisi utara dan selatan bagian depan terdapat ruangan berbentuk segi delapan dengan sebuah pintu dari arah timur dan sebuah jendela. Ruang serambi muka berlantai tegel berukuran 20×20 cm berwama kuning buah bermotif polos. Dalam ruangan terdapat tujuh buah tiang ganda berbentuk silinder dari baton bergaris tengah 45 cm. Tiang berdiri di atas umpak baton berukuran lebar 113 cm, tinggi 70 cm, dan tebal 67 cm. Selain itu, terdapat pula dua buah tiang berbentuk segi empat terletak di sisi utara dan selatan dekat dengan ruangan berbentuk segi delapan.
Serambi samping
Serambi samping kiri dan kanan berlantai tegel berukuran 20×20 cm berwarna hijau muda dengan motif segi enam. Masing-masing serambi memi-liki dua buah pintu masuk,salah satu pintunya menuju ke tempat wudhu yang terdapat di sisi utara dan selatan masjid. Pada bagian barat disekat membentuk kamar (ribath) berukuran 4,5×3 m. Ribath (tempat tinggal pengurus masjid) memiliki pintu dari arah timur berukuran 2,25× 0,90 m, serta sebuah jendela berukuran 0,90×0,90 m.
Ruang Utama
Pintu masuk ruang utama berjumlah emat buah di sisi timur (dan serambi muka) dan Masing-masing dua buah di sisi utara dan selatan (dan serambi samping). Pintu masuk memiliki dua daun pintu dari kayu dan pada ambang atas berhiaskan lengkung kipas. Pintu berukuran lebar 1,6 m dan tinggi 2,64 m. Jendela ruang utama terbuat dari kayu berjumlah dua buah di sisi timur mengapit kearah pintu masuk, dan masing-masing tiga buah di sisi utara dan selatan, serta enam buah di sisi barat. Jendela berukuran lebar 1,6 m dan tinggi 2 m. Seperti pada pintu, bagian ambang atas jendela juga berbentuk lengkung kipas. Lantai ruang utama dari ubin berukuan 30 × 30 cm berwarna kuning. Dinding ruang utama masjid terbuat dari beton dilapisi keramik dan lantainya dari tegel putih berhiaskan bunga.
Dalam ruang utama terdapat 25 buah tiang yang melambangkan 25 nabi, berjajar lima buah yang masing-masing dilapisi marmer putih. Pada setiap tiang diberi tulisan nama-nama nabi. Ke-25 tiang tersebut berfungsi pula sebagai penopang utama konstruksi atap masjid yang berbentuk segi delapan. Atap masjid tumpang lima dan seng wama merah dan masih asli, belum pernah diganti. Pada sisi barat ruang utama terdapat mihrab yang diapit oleh dua buah kamar di sisi utara dan selatan. Mihrab berukuran 2 × 1,5 m, tinggi pada sisi timur 3,2 m dan sisi barat 2,1 m. Dalam ruang utama pernah dibuat bangunan muzawir (penyambung imam) yang juga menjadi ciri khas Masjid Raya Gaming. Muzawir berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyambung suara imam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam. Muzawir berukuran 4 × 4 m berbentuk panggung, sarat dengan ornamen gaya Cina, dibangun atas sumbangan seorang Cina di Padang dan pembuatannya dikerjakan langsung oleh ahli ukir Cina yang ada di Padang. Setelah ada pengeras suara, bangunan muzawir tidak digunakan lagi, sehingga pada tahun 1978 bangunannya dibongkar.
Bangunan lain
Bangunan lain yang terdapat dalam kompleks Masjid Raya Ganting antara lain tempat wudhu berukuran 10×3 m terletak di samping utara dan selatan serambi samping dibuat tahun 1967. Tempat wudhu dibuat permanen dan tertutup. Perpustakaan masjid menempati sebuah ruangan sederhana di sisi utara masjid dan masih menyatu dengan bangunan masjid. Di sebelah selatan dan belakang Masjid Raya Ganting terdapat beberapa makam yang dibuat sederhana dibatasi dengan tembok berbentuk segi panjang. Salah satu makam yang ada di selatan masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, pemrakasa pembuatan Masjid Raya Ganting. Sedangkan di dalam makam yang terletak di sisi barat masjid terdapat prasasti yang berbunyi: “Disini disemayamkan: Yml. Radja Bidoe Glr. Marahindra Toeangkoe Panglima Radja di Padang, vide Besluit Gouverneur Generaal Gegeven to Boitenzorg, 9 Oktober 1830, wafat 1833; Yml Marah Soe’ih Glr. Marahindra Toetngkoe Panglima Regent di Padang, vide Besluit Governeur General Gegevente Batavia, 16 Augustus 1868, wafat 1875: Beliau keduanya dari Soekoe Tjaniago Soemagek Kampung Alam Lawas Padang.”
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment